Senin, 28 September 2009

Ibuku Seorang Pembohong

Ibuku Seorang Pembohong ?
Sukar untuk orang lain percaya,tapi
itulah yang terjadi, ibu saya memang seorang pembohong!! Sepanjang ingatan
saya sekurang-kurangnya 8 kali ibu membohongi saya. Saya perlu catatkan
segala pembohongan itu untuk dijadikan renungan anda sekalian. Cerita ini
bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir sebagai seorang anak lelaki
dalam sebuah keluarga sederhana. Makan minum serba kekurangan.

-PEMBOHONGAN IBU YANG PERTAMA. Kami sering kelaparan. Adakalanya, selama
beberapa hari kami terpaksa makan ikan asin satu keluarga. Sebagai anak yang
masih kecil, saya sering merengut. Saya menangis, ingin nasi dan lauk yang
banyak. Tapi ibu pintar berbohong. Ketika makan, ibu sering membagikan
nasinya untuk saya. Sambil memindahkan nasi ke mangkuk saya, ibu berkata :
""Makanlah nak ibu tak lapar."

- PEMBOHONGAN IBU YANG KEDUA.
Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering meluangkan watu senggangnya
untuk pergi memancing di sungai sebelah rumah. Ibu berharap dari ikan hasil
pancingan itu dapat memberikan sedikit makanan untuk membesarkan kami.
Pulang dari memancing, ibu memasak ikan segar yang mengundang selera.
Sewaktu saya memakan ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa
daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa ikan yang saya makan tadi.
Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati saya tersentuh lalu
memberikan ikan yg belum saya makan kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat
menolaknya. Ibu berkata : "Makanlah nak, ibu tak suka makan ikan."

- PEMBOHONGAN IBU YANG KETIGA. Di awal remaja, saya masuk sekolah
menengah. Ibu biasa membuat kue untuk dijual sebagai tambahan uang saku saya
dan abang. Suatu saat, pada dinihari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya
terjaga dari tidur. Saya melihat ibu membuat kue dengan ditemani lilin di
hadapannya. Beberapa kali saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk.
Saya berkata : "Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan pergi ke kebun pula." Ibu
tersenyum dan berkata : "Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk."

-
PEMBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT. Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu
tidak pergi berjualan kue seperti biasa supaya dapat menemani saya pergi ke
sekolah untuk turut menyemangati. Ketika hari sudah siang, terik panas
matahari mulai menyinari, ibu terus sabar menunggu saya di luar. Ibu
seringkali saja tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa kepada Illahi agar
saya lulus ujian dengan cemerlang. Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian
sudah selesai, ibu dengan segera menyambut saya dan menuangkan kopi yang
sudah disiapkan dalam botol yang dibawanya. Kopi yang kental itu tidak dapat
dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental. Melihat tubuh
ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan cawan saya itu kepada ibu
dan menyuruhnya minum. Tapi ibu cepat-cepat menolaknya dan berkata :
"Minumlah nak, ibu tak haus!!"

- PEMBOHONGAN IBU YANG KELIMA.
Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya baru beberapa bulan
dilahirkan, ibulah yang mengambil tugas sebagai ayah kepada kami sekeluarga.
Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun, membuat sapu lidi dan menjual kue-kue
agar kami tidak kelaparan. Tapi apalah daya seorang ibu. Kehidupan keluarga
kami semakin susah dan susah. Melihat keadaan keluarga yang semakin parah,
seorang tetangga yang baik hati dan tinggal bersebelahan dengan kami, datang
untuk membantu ibu. Anehnya, ibu menolak bantuan itu... Para tetangga sering
kali menasihati ibu supaya menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga
dan mencarikan nafkah untuk kami sekeluarga.. Tetapi ibu yang keras hatinya
tidak mengindahkan nasihat mereka. Ibu berkata : "Saya tidak perlu cinta dan
saya tidak perlu laki-laki."

- PEMBOHONGAN IBU YANG KEENAM.
Setelah kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu pun sudah tua.
Kakak-kakak saya menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah. Tidak lagi
bersusah payah untuk mencari uang. Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi ke
pasar setiap pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Kakak dan abang yang bekerja jauh di kota besar sering mengirimkan uang
untuk membantu memenuhi keperluan ibu, pun begitu ibu tetap berkeras tidak
mau menerima uang tersebut. Malah ibu mengirim balik uang itu, dan ibu
berkata : "Jangan susah-susah, ibu ada uang."

- PEMBOHONGAN IBU
YANG KETUJUH. Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk mengejar
gelar sarjana di luar Negeri. Kebutuhan saya di sana dibiayai sepenuhnya
oleh sebuah perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi dengan
cemerlang, kemudian saya pun bekerja dengan perusahaan yang telah membiayai
sekolah saya di luar negeri. Dengan gaji yang agak lumayan, saya berniat
membawa ibu untuk menikmati penghujung hidupnya bersama saya di luar negara.
Menurut hemat saya, ibu sudah puas bersusah payah untuk kami. Hampir seluruh
hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah kalau hari-hari tuanya ibu
habiskan dengan keceriaan dan keindahan pula. Tetapi ibu yang baik hati,
menolak ajakan saya. Ibu tidak mau menyusahkan anaknya ini dengan berkata ;
"Tak usahlah nak, ibu tak bisa tinggal di negara orang."

-
PEMBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN. Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua.
Suatu malam saya menerima berita ibu diserang penyakit kanker di leher, yang
akarnya telah menjalar kemana-mana. Ibu mesti dioperasi secepat mungkin.
Saya yang ketika itu berada jauh diseberang samudera segera pulang untuk
menjenguk ibunda tercinta. Saya melihat ibu terbaring lemah di rumah sakit,
setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap wajah
saya dengan penuh kerinduan. Ibu menghadiahkan saya sebuah senyuman biarpun
agak kaku karena terpaksa menahan sakit yang menjalari setiap inci tubuhnya.
Saya dapat melihat dengan jelas betapa kejamnya penyakit itu telah
menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi terlalu lemah dan kurus. Saya
menatap wajah ibu sambil berlinangan air mata. Saya cium tangan ibu kemudian
saya kecup pula pipi dan dahinya. Di saat itu hati saya terlalu pedih, sakit
sekali melihat ibu dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu tetap tersenyum dan
berkata : "Jangan menangis nak, ibu tak sakit."

Setelah mengucapkan pembohongan yang kedelapan itu, ibunda tercinta menutup matanya untuk terakhir kali. Dibalik kebohongannya, tersimpan cintanya yang begitu besar
bagi anak2nya.
Anda beruntung karena masih mempunyai orangtua... Anda boleh memeluk dan menciumnya. Kalau orangtua anda jauh dari mata, anda boleh menelponnya sekarang, dan berkata, 'Ibu/Ayah, saya sayang ibu/ayah.' Tapi tidak saya lakukan, hingga kini saya diburu rasa bersalah yang amat sangat karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari segala-galanya, tapi tidak
pernah sekalipun saya membisikkan kata-kata itu ke telinga ibu, sampailah
saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Ibu, maafkan saya.
Saya sayang ibu.......

Tidak ada komentar: