Minggu, 24 Januari 2010

Resep Perkawinan Bahagia

Resep Perkawinan Bahagia
(sumber http://www.nlpintoaction.com)
By : Antonius Arif
School of Mind Reprogramming


Suatu ketika saat saya belajar untuk menjadi trainer dari Zig Ziglar, Krish Dhanam, Global ambasaddor dari Zig Ziglar bercerita kepada saya bahwa orang yang dianggap sukses adalah bila dia bukan hanya sukses dipekerjaannya saja tetapi juga sukses dirumah tangganya. Juga dia pernah berucap, bahwa dia mempunyai sebuah kebiasaan yang indah walaupun dia sering keluar kota bahkan keluar negeri tetap saja dia berbicara kepada istri serta anaknya. Bahkan dia selalu mengucapkan I love you setiap selesai pembicaraan di skype.


Saat saya tanya, apakah dia selalu mengucapkan i love you setiap hari? Dia katakan iya, lalu dia bercerita kepada saya kenapa terjadinya sebuah perselingkuhan. Bisa jadi karena pasangan kita kurang mendapatkan kata atau ucapan sayang dari pasangannya.

Berbeda saat pacaran dulu mungkin akan berhamburan kata sayang atau cinta. Tetapi saat menikah … duhhhh beda banget. Dan ada satu kata dari dia yang cukup bagus, kalau anda tidak
mengucapkan kata sayang atau cinta maka suatu saat bisa saja tangki cinta dia akan kosong. Na bila tangki cintanya kosong maka bisa jadi ada orang lain yang mengisinya dengan cara mengatakan cinta. Apakah itu sama saja dengan tidak berabe? Gimana kalau akhirnya dia menangapi kata cinta tadi? Wuihhhhh ….. sudah tahu akhir ceritanya bukan.


Dalam buku Zig Ziglar – See you At The Top ada beberapa resep agar perkawinan tetap menjadi bahagia. Caranya bagaimana? Begini caranya:


1.
Mengingat ketika masa anda sedang jatuh cinta kepada dia sebelum menikah.
Ingatlah ketika masa pacaran dulu, kenapa anda jatuh cinta kepada dia dan anda selalu berusaha untuk menampilkan yang terbaik dari diri anda kepada pasangan anda. Selalu ramah, sopan, penuh perhatian, bijaksana dan baik. Dan untuk mempertahankan rumah tangga, kuncinya adalah kembali ketika masa anda sebelum menikah


2.
Perkawinan bukanlah tawaran 50/50 tetapi memberikan komitmen penuh 100/100
Dalam perkawinan anda harus menyerahkan diri anda kepada pasangan anda. Bukan hanya sekedar agar jangan sakit maka saya kasihnya 50 saja dulu. Lah gimana perkawinan mau langgeng kalau persepi diawal saja sudah salah. Ingat loh. Your perception is your projection.


3.
Awali dan akhiri kegiatan setiap hari dengan pernyataan cinta bagi pasangan anda.
Awalnya buat saya setelah menikah 5 tahun untuk memulai kata cinta, wuihhh susahnya setengah mati. Bahkan saya ada klien yang mengatakan, gila apa. Gengsi atau norak ngomong cinta. Lah kok bisa gitu? Mentang-mentang sudah jadi milik dipikir ngga perlu ngomong lagi apa? percaya deh, begitu anda ngomong sayang dan cinta, wuihhh semua berubah deh.


4.
Kejutkanlah dia dengan memberikan hadiah atau kartu
Ini juga kejadian dengan saya, kok saya ngga pernah membeli bunga, eh tahu-tahu kasih bunga, dan istri saya sampai senengnya minta ampun. Awalnya dipikir saya nyeleweng ya makanya ngasih bunga hahahaha…. tapi kenyataannya. Sampai hari ini saya setia tuh dengan pasangan saya yang cantik ini.


5.
Nikmatilah waktu bersama dengan dia yang bermutu
Setelah saya menikah 6 tahun, saya menyadari bahwa saya perlu mempunyai kualitas waktu yang berharga dengan istri. Dan menariknya dalam masa sekitar 3 jam itu bersama istri saya, wuihhh berasa kembali ketika masa pacaran dulu. Ingat, kalau jalan-jalan pakailah baju yang terbaik jangan daster yahhh


6.
Cobalah menjadi pendengar yang baik
Pendengar yang baik tidaklah terlalu mudah, apalagi maunya bawaannya kalau ngga proteksi malah ngasih nasehat. Kadang pasangan kita ngga membutuhkan nasehat kok. Dia hanya membutuhkan kita untuk mendengarkan dia saja. Coba sekali-kali tahan nafas anda begitu ada kata yang mau keluar dari mulut anda.


7.
Jangan buat pasangan anda sebagai pesaing terhadap anak anda untuk mendapatkan perhatian anda
Na, alasan klasik biasanya kalau diajak keluar adalah jangan deh, ajak anak-anak. Kasian deh, ajak merekalah. Lah kalo begini terus. Gimana mau mesra? Ingat, pasangan anda tetaplah manusia yang butuh diperhatikan. Ingat woii, isi tangki cintanya. Siapkan waktu untuk mereka.


8.
Apabila terjadi perbedaan paham, itu boleh-boleh saja tetapi anda tidak boleh marah
Marah boleh, beda paham boleh tetapi tetap pegang kata bahwa perbedaan paham itu tidak akan membuat menjadi kata cerai. Kebanyakan perkawinan adalah paling enak ngomong cerai. Jadi hold your breath dan jangan langsung keluarkan kata cerai.
Ingat, semua perbedaan itu pasti mempunyai maksud baik. Hanya mungkin caranya saja yang berbeda.


9.
Ingatlah bahwa keluarga harus mempunyai pemimpin yang akan mengambil keputusan walau dalam keadaan sulit sekalipun.
Dalam suatu perjalanan rumah tangga kadang sering adanya suatu kondisi yang membutuhkan keputusan. Dan ayah sebagai pemimpin rumah tangga, haruslah bertanggungjawab sebesar-besarnya demi mempertahankan rumah tangga dan buatlah keputusan apapun berkaitan kondisi keluarga dan doakan hasilnya kepada Tuhan.


10
Anda harus berupaya habis-habisan untuk menyenangkan atau memahami pasangan anda
Awalnya saya pernah mendengar yang namanya cinta tanpa syarat. Saya pikir ahhhh teori. Nggak mungkin. Tetapi setelah berjalan 7 tahun menikah, saya akhirnya menemukan arti sesungguhnya cinta tanpa syarat. Cinta tanpa syarat artinya kita menerima kelebihan dan kekurangan pasangan kita apa adanya. Bahkan biar istri saya bangun siang, ngga bisa masak, ngga bisa dandan tetap saja dia adalah istri saya yang saya pilih menjadi pasangan hidup saya. Dan yang paling penting, jangan dengarkan pihak ke tiga yang kadang semakin memperkeruh kondisi keluarga. Belum orang tuanya ngomong, enak aja anak gue diginiin, ngga bisa harus melakukan ini dan itu. Saya sarankan, jangan didengarkan. Ingat anda yang menikah. Bukan orang ketiga tersebut yang menikah. Alasan anda menikah dulu saya yakin pasti kuat bukan?


11.
Cobalah resep cinta : 1 cangkir cinta, 2 cangkir kesetiaan, 3 cangkir kesediaan memaafkan, 1 cangkir persahabatan, 5 sendok harapan, 2 sendok kelembutan, 4 liter iman dan 1 barel tertawa.


12.
Hendaklah kamu selalu ramah terhadap pasangan anda, penuh kasih mesra dan saling memaafkan
Apakah susah kita bergandengan tangan? Atau memeluk saat jalan? Bahkan saya pernah melihat ada seorang suami istri yang sudah punya 2 orang anak masih pangku-pangkuan didepan umum. Iri bukan kalau kita melihatnya? Kenapa anda tidak melakukannya? Biarkan orang lain iri melihatnya hahahaha..


13.
Berdoa bersama-sama.
Ajaklah pasangan anda selalu berdoa atau bersembayang bersama. Karena konon Tuhan lebih mendengarkan orang berdoa kalau dalam keluarga itu mau berdoa dan bersembayang bersama-sama. Dan ini menjalin hubungan mesra dengan sang Pencipta.


14.
Ingatlah selalu, apabila terjadi pertengkaran yang tidak terhindarkan. Siapa yang memulai untuk menyelesaikannya tidaklah penting.
Namun orang yang memulai itu memperlihatkan kematangan dan cinta yang lebih besar
Dah, jangan gengsi-gengsian. Buruan deh meminta maaf atau menyelesaikannya. Kadang kita suka egois, ngga mau ah. Ngapain gue minta maaf, lah dia yang mulai. Ngga mau. Harga diri gue bisa rusak. Lah ini bukan masalah harga diri tetapi masalah kelangsungan rumah tangga bukan? Bukankah lebih baik manusia itu selalu berpasang-pasangan? Apalagi bisa dengan satu pasangan yang sama. Wuihhhh indahnya bukan?
Jadi, renungkanlah kata-kata diatas sehingga perkawinan kalian akan langgeng sampai kakek dan nenek.
Sukses untuk anda.

Sabtu, 23 Januari 2010

Menghargai Setiap Detik Kehidupan

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya.

Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya.. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa melihat dunia.Apakah kamu mau menikah denganku?"

Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya. Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."

............ ......... ......... ......... ......... ......... ......... ......

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling menyakitkan.

Hidup adalah anugerah... Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata- kata kasar, Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu, Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum engkau mengeluh tentang suami atau isterimu, Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta pasangan hidup.

Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu, Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu, Ingatlah akan seseorang yang begitu mengharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai, Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.

Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh, Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.

Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain, Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu, Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini. Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu.

NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU TIDAK AKAN
TERULANG LAGI !

Menerima Kesalahan Orang Lain

Ketika aku masih anak perempuan kecil, ibu suka membuat sarapan dan makan malam. Dan suatu malam, setelah ibu sudah membuat sarapan, bekerja keras sepanjang hari, malamnya menghidangkan sebuah piring berisi telur, saus dan roti panggang yang gosong di depan meja ayah.

Saya ingat, saat itu menunggu apa reaksi dari orang-orang di situ!

Akan tetapi, yang dilakukan ayah adalah mengambil roti panggang itu, tersenyum pada ibu, dan
menanyakan kegiatan saya di sekolah. Saya tidak ingat apa yang dikatakan ayah malam itu, tetapi saya melihatnya mengoleskan mentega dan selai pada roti panggang itu dan menikmati setiap gigitannya!

Ketika saya beranjak dari meja makan malam itu, saya mendengar ibu meminta maaf pada ayah
karena roti panggang yang gosong itu.

Dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan: "Sayang, aku suka roti panggang yang gosong."

Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur pada ayah. Saya bertanya apakah ayah benar-benar menyukai roti panggang gosong.

Ayah memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata, "Debbie, ibumu sudah bekerja keras sepanjang hari ini dan dia benar-benar lelah. Jadi sepotong roti panggang yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun!"

Apa yang saya pelajari di tahun-tahun berikutnya adalah belajar untuk menerima kesalahan orang lain, dan memilih untuk merayakan perbedaannya - adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh dan abadi.

Rabu, 13 Januari 2010

Pilihan Di tangan Kita

Note : Cerita ini aku dapat dari Milis Cita Cinta dan seorang teman bernama Aping Hoetama mau berbagi kisah bagus ini untuk semua anggota milis termasuk aku. Cerita ini bagus sekali.... Kebahagiaan kita bukan ditentukan oleh orang lain, melainkan diri kitalah yang harus menentukan pilihan .... apakah kita ingin berbahagia atau tidak....


Suatu ketika sang istri, Margaret, sedang menjadi pembicara di salah satu sesi seminar tentang kebahagiaan. Seperti biasa, Maxwell sang suami duduk di bangku paling depan dan mendengarkan. Dan diakhir sesi, semua pengunjung bertepuk tangan.

Di sesi tanya jawab itu, setelah beberapa pertanyaan, seorang ibu mengacungkan tangannya untuk bertanya. Ketika diberikan kesempatan, pertanyaan ibu itu seperti ini, "Miss Margaret, apakah suami Anda membuat Anda bahagia?"
Seluruh ruangan langsung terdiam. Satu pertanyaan yang bagus.

Margaret tampak berpikir beberapa saat dan kemudian menjawab, "Tidak."

Seluruh ruangan langsung terkejut.
"Tidak," katanya sekali lagi,

"John Maxwell tidak bisa membuatku bahagia." Seisi ruangan langsung menoleh ke arah Maxwell. Dan Maxwell juga menoleh-noleh mencari pintu keluar. Rasanya ingin cepat-cepat keluar. Malu ui! Kemudian, lanjut Margaret, "John Maxwell adalah seorang suami yang sangat baik. Ia tidak pernah berjudi, mabuk-mabukan, main serong. Ia setia, selalu memenuhi kebutuhan saya, baik jasmani maupun rohani. Tapi, tetap dia tidak bisa membuatku bahagia.."

Tiba-tiba ada suara bertanya, "Mengapa?" "Karena," jawabnya, "tidak ada seorang pun di dunia ini yang bertanggung jawab atas kebahagiaanku selain diriku sendiri.."

Dengan kata lain, maksud dari Margaret adalah, tidak ada orang lain yang bisa membuatmu
bahagia. Baik itu pasangan hidupmu, sahabatmu, uangmu, hobimu. Semua itu tidak bisa membuatmu bahagia. Karena yang bisa membuat dirimu bahagia adalah dirimu sendiri.

Kamu bertanggung jawab atas dirimu sendiri. Kalau kamu sering merasa berkecukupan, tidak pernah punya perasaan minder, selalu percaya diri, kamu tidak akan merasa sedih.

Sesungguhnya pola pikir kita yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak, bukan faktor luar. Bahagia atau tidaknya hidupmu bukan ditentukan oleh seberapa kaya dirimu, seberapa cantik istrimu, atau sesukses apa hidupmu.

Ini masalah pilihan: apakah kamu memilih untuk bahagia atau tidak .

Senin, 04 Januari 2010

5 Fakta Tentang Kesuksesan

From Milis FLP... Bagus ini buat intropeksi diri kita diri kita di tahun yg baru ini

Shahabatku
yang baik... Mudah-mudahan artikel dibawah ini menjadi renungan kita
bersama dipenghujung akhir tahun ini. Sehingga kita benar-benar
memahami bahwa Sukses Adalah hak Kita...

============ ========= ========= ========= ========= ========= =======

1. KESUKSESAN TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN
USIA ANDA !

Nelson Mandela, jadi presiden usia 76 tahun

Marconi, menemukan telepon usia 27 tahun

Steve Jobbs, jutawan usia 21 tahun Kolonel Sanders (KFC), mulai bisnis umur 65 tahun

Winston Churchill, banyak gagal dan hambatan, baru jadi PM Inggris usia 52 tahun.

Bill Gates, terkaya di dunia usia 41 tahun

2. KESUKSESAN TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN
SUKU, AGAMA,BANGSA, WARNA KULIT DAN KETURUNAN.

Obama : Presiden Amerika Serikat saat ini

Jenderal Colin Powell, Martin Luther King : kulit hitam

Confusius: anak yatim di Cina

Charles Dickens : penulis cerita kanak-kanak Inggris, menulis di gudang, banyak
naskahnya dibuang ke tong sampah oleh editornya.

3. KESUKSESAN TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN (CACAT) FISIK.

Hellen Keller: tuna netra, tuna rungu, tuna wicara,penulis dan pendidik
terkenal dunia.

Shakespeare: cacat kaki,
penulis novel.

F.D. Roosevelt: terkena polio, presiden 32 AS.

Beethoven:
tuna rungu, komposer musik.

Napoleon Bonaparte : sangat pendek, wajah tidak menarik,pemimpin pasukan penakluk Eropa.
Anthony
Robbins: LulusanSMA, kegemukan, merubah persepsi tentang penampilan dan
car adiet, menjadi langsing, motivator terkenal dunia.

4. KESUKSESAN TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN
TINGKAT PENDIDIKAN

Thomas Alfa Edison : pendidikan SD, 2000 paten.

Li Ka Shing: berhenti sekolah umur14 tahun, orang terkaya di Hongkong.

Henry Ford : tidak pernah duduk di bangku sekolah

The Wright Brother : orang biasa dan tidak berpendidikan tinggi, menciptakan pesawat terbang pertama di dunia.

Bill Gates, orang terkaya
didunia memulai bisnis setelah lulus SMA.

Lawrence
Ellison : drop out universitas, pendiri Oracle Corp, orang terkaya kedua didunia.

5. KESUKSESAN TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN LATAR BELAKANG KELUARGA

Andrew Carnegie : bekerja usia 13 tahun, keluarga sangat miskin, menjadi
Raja Besi Baja dunia.

Walt Disney : usia 20 tahun pemuda miskin dan tidak terkenal, usia 30 tahun
jadi usahawan terkenal.

Abrahan Lincoln lahir dari keluarga miskin

Napolean Hill dilahirkan di keluarga miskin, ibunya meninggal saat dia kecil,
jadi guru motivasi terkenal dunia, bukunya Think and Grow Rich : menjadi acuan pertama
bagi para motivator dunia.

Bill Clinton : ayahnya meninggal ketika masih kecil,adiknya terlibat obat terlarang.

MENGAPA BANYAK ORANG GAGAL

1. Tidak ada tujuan / goal yang tepat, tidak tahu apa yang diinginkan dalam
hidup

2. Tidak pernah mencatat tujuan : hanya di kepala, tidak dikertas atau Goal
Visualization atau sarana apapun.

3. Tidak ingin bertanggung jawab atas tindakannya, selalu mencari alasan atau
excuse atas kegagalannya.

4. Tidak ada tindakan yang efektif : Banyak rencana,tidak ada tindakan alias No
Action Talk Only (NATO).

5. Membatasi diri : menganggap tak berhak sukses karena, terlalu tua, tak punya
modal, bawaan keluarga, tempat tak memungkinkan.

6. Malas : tidak mau kerja keras, selalu berusaha menggunakan cara paling
mudah, cepat dan hemat waktu, tapi ingin
mendapatkan uang paling banyak.

7. Berteman dengan teman-teman yang salah, hidup di lingkungan orang-orang yang
gagal.

8. Tidak bisa mengatur waktu alias salah prioritas.

9. Salah memakai strategi atau cara bertindak, tidak mempunyai strategi yang
paling

baik. Berusaha keras, hasil nol.

10. Kurang pengembangan diri: jarang membaca, mendengar kaset, seminar,

mengumpulkan informasi baru dan lain-lain.

11. Tidak ada kesungguhan atau komitmen untuk sukses: mudah putus asa atau

menyerah pada waktu menghadapi rintangan.

12. Kurang menggunakan Kekuatan Pikiran Bawah Sadar.

13. Kurangnya hubungan antar manusia yang baik.

14. Sombong dan menganggap diri sendiri paling hebat dan berhenti belajar.

Ingin sukses ???

Hindari 14 penyebab kegagalan tadi !

HOPE is a Waking Dream ... with LOVE everything is POSSIBLE

** sHAnTy ** / 021-7952-5577

www.rumah-makna. com

RAHMADSYAH, CM.NLP
Trainer&Mind- therapist I 081511448147 YM;rahmad_aceh
www.rahmadsyah. co.cc I www.facebook. com/rahmadsyah
Dalamrangka HUT PGRI, MD Quantum mempersembahkan FREE IN-House Training,"Unleash YOur Teaching PoWer" atau "Smart Counseling & Mentoring"Program ini dipersembahkan hanya bagi 10 sekolah saja (seIndonesia) yang mendaftar sekarang. Tidak hanya itu, Promo ini juga termasukdengan Alat TES Gaya Belajar Anak & Kecendrungan otak kiri &Kanan. silahkan hub : 081511448147 sekarang...

7 Jurus Free Writing Fiksi*

7 Jurus Free Writing Fiksi*

Oleh Nursalam AR

[www.nursalam. multiply. com]

Prolog

Good writing is purposeful, it says something and says it correctly.
Good writing has voice and energy.
Good writing is thoughtful and thought provoking.
Good writing communicates an important message clearly to intended audience.
Good writing expresses the writer self honestly and evokes a personal response in the reader.

(Christopher C. Burnham)

Free writing fiksi atau menulis bebas fiksi mensyaratkan pembebasan kreativitas dengan menggali ke dalam diri kita sendiri (pengalaman, ide, nostalgia dll) hingga menghasilkan mission statement seperti yang dituliskan C. Burnham. Intinya, dengan menjadi diri kita sendiri maka pintu kreativitas akan terbuka lebar sehingga terbentuk energi alamiah kepenulisan yang mengantarkan kita pada ciri-ciri tulisan yang baik. Hukum besi semesta berkata bahwa sesuatu yang lahir dari hati akan sampai ke hati dan sebuah ketulusan akan melumerkan kekerasan hati.

Di bawah ini langkah-langkah awal untuk menghasilkan sebuah tulisan fiksi yang baik.

Langkah 1. Menetapkan Niat: Mengapa Kita Menulis?

“Lebih banyak pelaku bisnis yang gagal daripada seniman yang gagal.” (John Gardner dalam On Becoming A Novelist)

Segala sesuatu diawali dengan niat. Apapun perbuatan kita tentu ada niat atau motivasi yang melandasi. Termasuk ketika kita menulis. Inilah software dalam diri kita yang harus ditata terlebih dahulu sebelum berkutat dengan segala detil teknis penulisan seperti ide, plot atau ending. Untuk apakah kita menulis? Uang? Ideologi? Terapi penyembuhan diri (trauma healing)? Dalam konteks trauma healing, kita dapat merujuk pada Paulo Coelho yang dalam novel The Al Chemist menyarankan agar kita menuliskan segala kesedihan atau perasaan yang mengganggu dalam selembar kertas dan melarungkannya ke sungai. Niscaya kesedihan atau kekuatiran akan sirna.

Habiburrahman Syaerozy, contohnya. Dengan sebuah niatan memperbaiki akhlak bangsa melalui tulisan, aktivis Forum Lingkar Pena (FLP) cabang Kairo ini tergugah untuk menghasilkan karya sastra yang menghibur dan mencerahkan. Alhasil, meluncurlah dari guratan tangannya Ayat-Ayat Cinta—novel yang laris secara fenomenal dan diangkat ke layar lebar—maupun Di Atas Sajadah Cinta, yang kemudian diangkat menjadi sebuah sinetron rating atas di sebuah TV swasta. Termasuk beberapa buku bernada serupa. Yang paling anyar adalah dwilogi Ketika Cinta Bertasbih yang diluncurkan pada Milad ke-10 FLP akhir Februari lalu dan langsung dua kali cetak ulang dalam 1 bulan!

Lalu, salahkah jika kita ingin menulis semata-mata karena uang? Kawan-kawan penulis—yang banyak saya temui--yang bermotivasi menulis semata-mata karena materi pun umumnya banyak yang mutung, tidak lagi menulis setelah berbagai penolakan. Jika tidak, mereka meracau merutuki nasib atau bahkan menyalahkan orang lain terutama penerbit dan redaksi media. Mereka sibuk menuding kesana-kemari kecuali kepada dirinya sendiri. Mereka lupa bahwa--seperti wejangan Eka Budianta, sang penyair seangkatan Rendra--menulis adalah memberi.

Dalam logika bisnis yang terkadang turut mengikat aktivitas menulis, menjual—termasuk ‘menjual’ tulisan--adalah melayani dan memberi. Keikhlasan melayani atau memberi terhadap kebutuhan konsumen justru akan menimbulkan market demand dalam bentuk repeat order (order yang berulang). Kelimpahan materi adalah efek sampingnya. Inilah sisi lain yang kerap diabaikan para penulis yang bermotivasi menulis semata-mata karena materi.

Jadi, menulislah tanpa beban, ujar Kuntowijoyo—salah satu sastrawan favorit saya—dan hanya ada tiga cara untuk menjadi penulis, yaitu dengan menulis, menulis dan menulis. Menulislah seikhlas meludah atau buang hajat. Seorang Habiburrahman Syaerozy juga tak menyangka jika Ayat-Ayat Cinta—yang royaltinya untuk infaq pesantren--akan laris manis hingga dicetak ulang berkali-kali dalam waktu singkat. JK Rowling yang hanya seorang guru miskin di Inggris pun tak pernah bermimpi jika Harry Potter akan mendunia padahal semula ia hanya menuliskan khayalan masa kecilnya. Dalam bahasa (alm) KH Abdullah Syafi’ie, seorang ulama kharismatik Betawi era 70an,”Nanem padi rumput ikut; nanem rumput padi luput.” Tujuan yang lebih dari “sekadar” materi akan menuntun kita pada tujuan sampingan seperti materi dan popularitas.

Kutipan perkataan John Gardner di atas pun sebenarnya tak terhenti di situ saja. Ada kalimat pamungkas yang menjadi kuncinya, yakni, “Walaupun demikian, dalam sekolah bisnis, optimismelah yang selalu berjaya.” Ya, optimismelah— selain motivasi--yang juga membedakan ketangguhan seseorang, termasuk seorang penulis. Bukankah gagal itu biasa dan bangkit dari kegagalan itu baru luar biasa?

Langkah 2: Beternak Ide

“Uang hanyalah sebuah ide.” (Robert T. Kiyosaki)

Jika uang hanyalah sebuah ide maka memperbanyak ide sebanyak-banyaknya sama saja dengan mengembangbiakkan uang yang akan didapat. Dalam konteks industri kepenulisan --yang aroma bisnisnya tak beda jauh dari industri real estate yang ditekuni Kiyosaki yang juga penulis buku Rich Dad Poor Dad-–ide harus ditangkap bahkan harus diternakkan. Ibarat hewan ternak, ia harus dirawat, dikembangbiakkan dan tak ayal dijual. Lihat saja fenomena novel Ayat-Ayat Cinta-nya Habiburrahman El-Shirazy atau Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang menuai royalti milyaran rupiah dan menjejak dunia layar lebar. Inilah contoh nyata betapa ide bagi seorang penulis tak ubahnya hewan ternak yang merupakan aset tak ternilai.

Jika ide adalah hewan liar maka ia harus ditangkap, dijinakkan, didomestikasi. Seperti halnya orang-orang dulu mendomestikasi kuda atau unta untuk menjadi tunggangan yang bermanfaat untuk keperluan manusia. Sarana penangkapnya bisa dengan banyak cara. Hemmingway menangkap ide dengan jalan mengetik apa saja di mesin ketiknya jika mengalami kemampatan ide. Gola Gong melakukan perjalanan keliling dunia untuk menjaring ide Balada Si Roy dan Perjalanan di Asia. A.A Navis memilih nongkrong di toilet berjam-jam – hingga konon ia terserang wasir—demi mengejar sang ide.

Beberapa penulis lain ada yang menenggelamkan diri dalam tumpukan buku, ngopi di kafe dengan laptop siaga di ujung jari atau sekedar bermain voli untuk menjinakkan makhluk bernama ide ini. Intinya: ide harus ditangkap. Karena ide juga ibarat sambaran kilat. Jika tak cekatan disergap, ia akan meluncur menghunjam bumi dan teredam, tak berdayaguna apa-apa. Maka tangkaplah ide dengan keberanian Benjamin Franklin – sang penemu arde alias penangkal petir --menangkap petir dengan layang-layang yang digantungi kunci besi pada benangnya di tengah hujan deras yang ramai kilat. Sebuah keberanian bernyali dengan keingintahuan yang besar dan semangat mencoba sesuatu yang baru.

Jurus Pertama: Kandangkan

Kandangkan ide dalam laptop, komputer, USB, disket, mesin ketik, notes, agenda atau diary atau apapun fasilitas penyimpan data yang kita miliki. Meskipun hanya berupa satu kalimat yang diperoleh dalam lintasan di benak saat menunggu kereta api yang telat, misalnya,”Kereta yang ingkar janji”. Jangan remehkan kuantitasnya karena itu adalah embrio yang terlalu mahal untuk diaborsi.Siapa mengira jika coretan ide JK Rowling di atas tisu bekas akan menjelma menjadi bayi raksasa bernama Harry Potter yang bertahun-tahun menghipnotis dunia?

Jurus Kedua: Beri makan

Jika bakpao adalah makanan untuk badan, buku dan kontemplasi (zikir, tadabbur, meditasi, yoga dll) adalah makanan untuk otak dan jiwa. Inilah asupan terbaik untuk hewan ternak bernama ide. Semakin variatif dan bergizi jenis asupan semakin bongsor dan berbobot ide tersebut.

“Every man’s work, whether it be literature or music or pictures or architecture or anything else, is always a portrait of himself.”(Samuel Butler).Dalam konteks tersebut sebuah pepatah berbahasa Inggris cukup relevan jadi panduan. “Ordinary people talk about people; mediocre people talk about events and extraordinary people talk about ideas.” Orang-orang kelas bawah membicarakan orang, orang –orang kelas pertengahan membicarakan peristiwa sementara orang-orang yang berkaliber luarbiasa membicarakan ide atau gagasan. Jika dunia seorang penulis hanya melulu sarat dengan bacaan ringan, gosip selebritas dan hal-hal remeh temeh maka output dan kualitas tulisannya tak jauh dari apa yang dimamahnya tersebut.Ia hanya menjadi penulis berkategori kelas bawah bukan yang sedang-sedang saja apalagi luar biasa. Seperti kata orang bijak, jangan penuhi pikiranmu dengan hal-hal kecil karena akan terlalu sedikit ruang untuk pikiran-pikiran besar.

Jurus Ketiga: Kembangbiakkan

Kawinkan ide baik dengan inseminasi atau kawin silang. Sapi Madura petarung karapan yang tangguh adalah hasil percampuran benih sapi pilihan. Ide unggulan juga begitu, ia mewarisi kualitas genetis masukan yang membentuknya. Dalam How To Be A Smart Writer, Afifah Afra – penulis top FLP dengan sederet novel best seller salah satunya novel sejarah Javasche Orange dan De Windst – mengenalkan dua cara mengembangbiakkan ide yakni – yang saya istilahkan inseminasi dan kawin silang. Inseminasi adalah memasukkan elemen baru terhadap sebuah ide atau kisah lama. Misalnya, jika dalam dongeng Malin Kundang yang menjadi batu adalah Malin Kundang, mungkin sangat menarik jika yang menjadi batu adalah ibunya karena dinilai lalai dan bertanggung jawab terhadap perubahan akhlak si Malin.

Sementara kawin silang adalah memadukan dua unsur cerita yang berbeda. Ambil contoh kisah Cinderella dan Putri Salju (Snow White). Cinderella yang berbahagia karena sepatunya pas dengan ukuran sepatu kaca bisa saja kemudian tewas memakan apel beracun. Kemudian ia hidup kembali setelah dicium sang pangeran. Atau jika ingin lebih komedik, Cinderella hidup kembali setelah mencium bau sepatu kaca yang disodorkan tujuh kurcaci.

Jurus Keempat: Jual

Juallah ide dalam bentuk menuliskannya. “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya,” demikian pesan Ali bin Abi Thalib, yang kerap diusung tokoh motivator menulis Hernowo dalam berbagai bukunya. Jika tidak mampu menuliskannya, ide tersebut dapat dijual ke seorang teman yang menuliskannya. Soal hitung-hitungan finansial itu bisa jadi kesepakatan. Dalam dunia sinetron sudah lazim seorang penulis menjual ide dan soal eksekusi penggarapan diserahkan kepada tim penulis skenario. Si penulis sendiri mungkin hanya sekedar mensupervisi atau menjadi head writer. Itu sekedar contoh. Namun kita tentu layak dan amat berhak menerima kehormatan untuk menuliskannya sendiri. Tentu jika kita berani memanen setelah susah-payah menebar benih dan merawatnya.

Nah, nikmatilah hasil beternak ide. Namun pertanyaan pertama, sudahkah kita punya nyali untuk beternak ide?

Langkah 3: Berbukalah Dengan Tiga Kata

Menulis adalah makanan jiwa. Ia merupakan bentuk ekspresi diri, yang menurut Abraham Maslow, merupakan bentuk keparipurnaan psikologi seorang individu. Jika Anda ingin sekali mencurahkan isi hati, mendamba sangat untuk menuangkan isi otak namun tangan kaku atau -- dalam istilah Taufik Ismail-- lumpuh menulis, hmm, barangkali secara tak sadar Anda sedang "berpuasa". Otak Anda sedang rehat, menunggu waktu berbuka. Jiwa Anda menggelegak namun tangan kelu beku di depan keyboard komputer atau pena terkulai loyo di atas kertas. Jadi, marilah berbuka!

"Kak, gimana caranya?" seorang anggota baru FLP bertanya demikian.

Yang tidak bertanya atau malu bertanya, lebih banyak menerawang ke langit atau menekuri bumi. Sebuah pemandangan umum yang aku temui dalam berbagai pelatihan menulis mulai dari anak-anak buruh pelabuhan Tanjung Priok, siswa SMA di sebuah kawasan elit, karyawan-karyawan sebuah departemen bahkan hingga anggota baru sebuah komunitas kepenulisan (baca: Forum Lingkar Pena). Mereka lupa bahwa ide harus dikejar, bukan dinanti seperti pasifnya menanti kereta Jabotabek yang kerap telat. Mereka abai bahwa seorang Sean Connery-- dalam cast-nya sebagai seorang penulis dalam film Finding Forrester -- mendidik keras tentornya agar "menuliskan apa yang terlintas, bukan memikirkan apa yang hendak ditulis". Namun, jika konsep itu kelewat mewah, maka seperti berbuka puasa, awalilah dengan yang ringan. Jika berbuka disunnahkan dengan kurma, maka berbukalah dari puasa menulis dengan tiga kata.

"Caranya?" Mata-mata bingung itu menatapku tajam. Mungkin mereka kira aku bercanda.

Apapun bentuk tulisan Anda, persetankan apapun kata kritikus nantinya, "dobrak" kebekuan es dalam benak dengan menuliskan "tiga kata". Apapun kata yang terlintas di benak Anda. Contoh: Apa yang Anda pikirkan saat membaca tulisan ini? Sebut saja: bingung, penasaran dan tak tahu. Yup! Anda sukses mencicipi "kurma". Apakah Anda biarkan kurma itu sekedar menempel di bibir? Jangan puas hanya dengan merasakan teksturnya. Santap saja, Kawan!

Buatlah kalimat dari ketiga kata temuan tersebut. Tak peduli dari manapun kata itu Anda pungut (apakah dari kelebatan rok mini cewek kantoran di depan Anda, dari headline sebuah koran atau dari kelebatan iseng), tuliskan saja. Misalnya, terciptalah, "Aku bingung dan penasaran untuk menulis apa yang aku tak tahu untuk menulisnya." Itu satu contoh. Terus, dan teruslah menulis. sengawur apapun. Hingga, singkat cerita, terciptalah sebuah paragraf pendek berikut:

"Aku bingung dan penasaran untuk menulis apa yang aku tak tahu untuk menulisnya. Tapi aku tahu harus menulis apa. Karena aku penulis serba bisa. Biarpun judulnya "Kecanggihan Teknologi IT" tapi aku tahu aku pasti bisa menulisnya. Apapun itu..."

Langkah 4: Menentukan Judul

Sahabat, buatlah judul yang membuat penasaran, eye-catching. Awali tulisan kita dengan ledakan (bang), mengutip Ismail Marahimin dalam Menulis Secara Populer. Ada prinsip kuno—dengan majas ironi—dalam jurnalisme: Good news is bad news, but bad news is good news. Contoh klasiknya adalah berita yang luar biasa bukanlah anjing menggigit orang tapi orang yang menggigit anjing. Barangkali terkesan ngawur. Namun dalam konteks menarik perhatian pembaca, pendekatan tersebut bisa kita pakai. Misalnya dalam pemilihan judul. Seperti manusia, penampilan luar adalah hal penting. Dalam konteks ini, maaf, kata mutiara don’t judge the book by its cover menjadi kurang relevan.

Surat kabar nasional sejenis Poskota atau Rakyat Merdeka biasa memampang judul yang provokatif seperti: "JANDA DIPERKOSA, RAIB 300 JUTA". Meskipun kadang informasi tersebut hanya dibahas sekilas. Tapi intinya tonjolkan kelebihan dan tutupi kekurangan dalam tulisan kita. Ini sah-sah saja dalam dunia penulisan yang bisa dibilang sudah menjelma menjadi sebuah industri, yang karib dengan pranata pemasaran (marketing) yang canggih.

Perlu diingat juga prinsip marketing yang kerap dikutip Zig Ziglar—salesman mobil terlaris dalam sejarah--bahwa “orang membeli karena didorong emosi". Coba pelajari emosi dasar apa sih yang memancing naluri pembaca untuk membaca? Judul yang memancing naluri seksual (itulah alasan RUU Anti-Pornografi perlu disokong untuk dilegalkan), SARA atau kebutuhan perut tentu lebih mengundang perhatian ketimbang seputar pemikiran ilmiah atau berat (kecuali pembaca kita adalah ilmuwan, lain soalnya).

Sesuai Teori Hierarki Maslow bahwa kebutuhan akan hal-hal tersebut adalah basic needs yang merupakan dasar piramida dalam survival hierarchy, sementara kebutuhan akan prestasi atau ekspresi diri adalah bagian puncak piramida yang hanya akan dicapai bila perut sudah kenyang atau kebutuhan lain akan keamanan terpenuhi. Jadi judul untuk tulisan tersebut di atas bisa dikasih judul "NASEHAT DARI NENEK MOYANG DARWIN" (ingat teori Darwin tentang evolusi? Terlepas apakah kita mempercayainya atau tidak) atau "MONYET JUGA MANUSIA(WI)" yang merujuk pada sifat-sifat kemanusiaan yang luhur. Lebih jauh judul juga perlu disesuaikan apakah kita akan mengembangkannya menjadi bentuk tulisan non-fiksi atau fiksi. Dalam hal ini wajib hukumnya pertimbangan yang matang dan amatan pasar yang cermat.

Langkah 5: Bermain Dialog dan Narasi

Di sisi lain, ada adagium penulisan don't tell it but just show it. Jangan cuma diceritakan tapi juga tunjukkan. Pelukisan kejadian atau tindakan dalam sebuah tulisan dapat memperlancar sebuah tulisan untuk dicerna dan diserap saripatinya. Di sinilah dialog berperan. Karena dialog pun dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi. Josiph Novakovich dalam Berguru kepada Sastrawan Dunia (Mizan, 2003) mengatakan: “Karena dialog mengungkapkan informasi tentang perjuangan seseorang, pastikan Anda tidak memberi kami informasi yang sepele dan tidak relevan. Hindari pendahuluan yang realistis; buatlah ringkasan pendahuluan yang enak lalu langsung masuk ke dalam dialog….Jangan tunjukkan semua contohnya, sajikan yang dramatis, saat diperlukan saja, dan sajikan yang lainnya dalam bentuk ringkasan." (hal. 182-183).

Namun, terlalu banyak dialog, ujar Mohammad Diponegoro dalam Yuk Menulis Cerpen Yuk (Shalahuddin Press, Yogyakarta, 1991), bisa bikin tulisan terlalu encer. Jadi memainkan keduanya butuh nilai rasa, seperti memainkan gas atau persneling ketika mengendarai motor atau mobil. Seperti masakan pula, coba minta keluarga atau sahabat kita untuk ‘mencicipi’ tulisan kita. Apakah sudah ganyeng atau bumbunya sudah pas? Sudahkah mencapai efek yang kita inginkan?

Langkah 6: Meniupkan Ruh Pada Sebuah Tulisan

Sahabat, mari kita bicara soal dua karya sastra termasyhur di Indonesia saat ini. Yakni novel Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi.

Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy konon dicetak ulang hingga lebih tiga puluh kali sejak pertamakali terbit pada 2004. Di layar lebar, filmnya – meski banyak dinilai tak sesuai dengan isi novelnya -- yang digarap Hanung Bramantyo sukses memikat tiga juta orang untuk datang menonton ke bioskop. Belum terhitung yang membeli DVD bajakannya. Sementara Laskar Pelangi karya Andrea Hirata juga tak kalah masyhur. Selain best-seller nasional, dielu-elukan sebagai The Indonesia’s Most Powerful Book di berbagai talkshow termasuk di layar kaca, Laskar Pelangi juga akan difilmkan dengan arahan Riri Riza. Sebuah catatan fenomenal mengingat kedua novel itu notabene karya perdana kedua penulis muda tersebut.

Lebih mengagumkan lagi, Laskar Pelangi ditulis oleh Andrea Hirata yang belum pernah membuat sepotong cerpenpun. Tak hanya itu, pemuda asli Belitong yang alumnus S-2 Perancis ini pun melengkapinya dengan tiga novel lain yakni Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov---yang secara keseluruhan merupakan Tetralogi Laskar Pelangi. Habiburrahman yang santri Al Azhar kelahiran Semarang juga membawa gerbong Ketika Cinta Bertasbih 1 & 2, Pudarnya Cinta Cleopatra, Di Bawah Mihrab Cinta dan beberapa karya best-seller lainnya yang juga bernafaskan religi romantis.

Terlepas dari segala kontroversi yang ada, dengan arif, layak kita bertanya mengapa kedua novel karya dua penulis usia 30-an tersebut mampu mengharubiru jagad sastra sekaligus merambah ranah populer publik negeri ini?

Sekian banyak orang bersaksi bahwa Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi mengubah hidup mereka lebih tenang, lebih baik. Seperti halnya karya-karya besar yang membawa perubahan di dunia, sebut saja novel Uncle Tom’s Cabin buah karya Harriet Beecher Stowe (1852) yang menginspirasi semangat perubahan terhadap perlakuan rasis kaum kulit putih terhadap kulit hitam atau berwarna di Amerika Serikat, novel-novel tersebut mengandung ruh tulisan yang kuat yang mampu menyentuh hati dan menggerakkan pembacanya. Sesuatu yang datang dari hati niscaya sampai ke hati.

Ruh, jiwa atau soul sebuah tulisan adalah hasil internalisasi visi, emosi, dedikasi, pengalaman, logika, wawasan, elan vital (semangat) kontemplasi dan keterampilan teknis seorang penulis. Porsi keterampilan teknis di sini barangkali hanya sekian persen. Karena unsur-unsur lain yang lebih condong mengetuk perasaan atau kalbu justru bisa jadi lebih dominan. Di samping juga ia memenuhi syarat-syarat ketertarikan pembaca dengan sebuah tulisan: novelty (kebaruan, misalnya tema yang baru dan berbeda dari mainstream), similarity (kemiripan dengan keseharian hidup mayoritas pembaca) dan visionary (memiliki pandangan jauh ke depan).

Ruh sebuah tulisan adalah virus yang menular. Ia seperti energi --dalam hukum Kekekalan Energi Newton—yang tak dapat musnah namun berubah bentuk. Energi dari sebuah tulisan karena pancaran energi cita-cita atau semangat sang penulis yang terejawantahkan melalui kata sampailah ke pembaca dalam bentuk inspirasi. Terciptalah keajaiban-keajaiban . Histeria gadis-gadis berjilbab untuk berfoto bersama Kang Abik –panggilan populer Habiburrahman dan berbagai testimoni tentang peningkatan iman para pembaca Muslim, atau tobat totalnya seorang pecandu narkoba setelah membaca karya Andrea Hirata. Merekalah yang hati-hatinya telah tersentuh, tercerahkan.

Hati nurani, demikian nama lengkap hati, menurut Nurcholish Madjid, berasal dari kata bahasa Arab, “nur” yang artinya “cahaya”. Hati adalah tempat cahaya bersemayam, yang menerangi kegelapan logika. Sementara ilmu adalah cahaya, yang sejatinya berjodoh di hati. Jika keduanya bercumbu itulah perkawinan kimiawi yang serasi.

Maka punyailah visi ketika menulis, alirkan emosi dan semangat sejadi-jadinya, dan berjibakulah ketika melahirkan sebuah tulisan. Seperti jihad seorang ibu saat melahirkan anaknya. Karena kita adalah ibu dari ‘anak-anak’ tulisan kita. Bahkan kita adalah ‘tuhan’ atas segala tulisan kita. Ingatlah, Tuhan tak pernah lelah mencipta semesta. Itulah energi Ilahiah atau profetik yang semestinya jadi sumur inspirasi sejati agar kita punya stamina dan nafas panjang dalam karir kepenulisan.

Karena apapun caranya, menulis tak beda dengan berolahraga. Ia butuh energi. Jika energi pendorong lemah alhasil yang lahir hanyalah tulisan yang alakadarnya, loyo, dan tidak punya ruh atau soul. Jika ia manusia, tulisan semacam itu hanyalah mayat, yang tak bernyawa. Atau bahkan bangkai. Percayalah, seperti kata Dale Carnegie, no one kick the dead dog. Tidak ada yang peduli dengan bangkai. Sederet karya di atas dipuji sekaligus—ada yang--dicaci- maki karena mereka hidup, bernyawa.

Langkah 7: Menjadi Epigon: Salahkah?

“Yang paling penting bagi setiap pengarang ialah jiwanya sendiri...”

(John Cowper Powys)

Yang namanya ekor letaknya selalu di belakang. Ia membuntuti sesuatu yang berada di depannya. Dalam kepenulisan, orang yang meniru-niru gaya tulisan seorang penulis lazim disebut epigon. Sebagaimana ekor yang takkan pernah mendahului kepala, seorang epigon tidak akan pernah berhasil mengungguli penulis yang ditirunya. Lantas salahkah menjadi epigon? Salahkah bila kita meniru gaya bertutur JK Rowling atau gaya kontemplatif Goenawan Mohammad?

Prinsip belajar yang paling primitif adalah mengamati dan meniru. Bayi manusia belajar berbicara dengan mengamati dan menirukan suara-suara di sekitarnya terlepas dari apapun penafsiran manusia dewasa akan hasil peniruan sang bayi. Demikian juga dalam kepenulisan. Prinsip copy the master adalah kelaziman—sebagian buku panduan menulis bahkan menyebutnya “kewajiban”—dalam tahap awal pembelajaran menulis. Sebagian penulis besar Indonesia yang dicatat Pamusuk Eneste dalam serial buku Proses Kreatif—dari A.A Navis sampai Arswendo Atmowiloto—bahkan menerjemahkan prinsip tersebut dengan menyalin atau mengetik ulang tulisan-tulisan penulis idola mereka untuk kemudian dibaca dan dibedah isi perutnya.

Bagi seorang penulis, menjadi epigon adalah seperti menjadi seorang bayi. Sebagai “bayi”, meniru atau mengimitasi adalah perlu. Tak perlu malu menuruti George Orwell, seorang penulis Inggris yang bernama asli Eric Arthur Blair dan populer dengan novel 1984 dan Animal Farm, yang menyarankan agar kata-kata dalam tulisan kita hendaknya pendek-pendek dan lugas agar pembaca terang dengan maksudnya. Karena, lanjutnya, musuh besar bahasa yang jernih adalah ketidaktulusan. Ketika ada jurang antara maksud sesungguhnya dan apa yang diungkapkannya, secara naluriah orang berpaling pada kata-kata panjang dan ungkapan yang lemah, bagaikan cumi-cumi menyemburkan tintanya. Intinya, kalimat-kalimat panjang sebenarnya menandakan sang penulis tidak terbuka dalam menyampaikan maksudnya. Juga tak perlu sungkan membeo wejangan Ernest Hemmingway—yang piawai dengan diksi yang sederhana namun kuat dan dialog-dialog yang tajam seperti dalam beberapa karyanya yakni For Whom The Bells Toll dan The Oldman dan The Sea—bahwa cara terbaik untuk mengetahui apa sesungguhnya perasaan kita adalah dengan menuliskan perasaan tersebut.

Namun hidup manusia tak sekadar dan tak layak terhenti pada masa bayi atau kanak-kanak. Kisah manusia yang selamanya kanak-kanak hanya ada dalam dongeng Peter Pan dengan peri Tinker Bell-nya. “Bayi” butuh menjadi dewasa. Ia butuh menjadi diri sendiri. Para penulis atau pengarang besar meraksasa karena mereka kreatif membebaskan diri dari meniru gaya para penulis terdahulu yang dikagumi. Karena, ujar Mochtar Lubis, imitasi bagaimanapun juga baiknya akan tetap tinggal imitasi. Dan gaya pengarang tergantung sebagian besar dari watak pengarang itu sendiri. Ia haruslah menumbuhkan gaya mengarang sendiri, yang sesuai dengan watak, emosi dan dengan pertimbangan serta apresiasi bahasanya sendiri. Atau dalam bahasa John Cowper Powys, “Yang penting bagi setiap pengarang ialah jiwanya sendiri; apa yang dimilikinya dalam kepalanya, dalam alat-alat panca inderanya, dalam watak dan pribadinya, dalam darah dan temperamennya.” Alhasil, tulis Pramoedya Ananta Toer dalam Jejak Langkah yang merupakan salah satu roman dalam Tetralogi Pulau Buru, sesederhana apapun cerita yang dibuat, ia mewakili pribadi individu atau bahkan bangsanya.

Jadi, salahkah menjadi epigon?

Maybe yes, maybe no.

Ya, menjadi epigon adalah salah apabila kita melakukan kesalahan sebagaimana salahnya bayi yang menolak menjadi dewasa. Ia selamanya kerdil dalam bayang-bayang orang-orang besar. Seperti kata Mochtar Lubis, lagi-lagi dalam Sastra dan Tekniknya, bahwa orang hanya menulis apabila ada sesuatu dalam jiwanya yang mendesak-desak, memaksanya mengambil alat tulis dan menulis. Jika orang mengarang karena ikut-ikutan atau sekadar meniru karena ingin terkenal atau masyhur maka orang yang demikian pastilah dari semula tidak akan berhasil menjadi pengarang. Sang epigon primitif ini tak akan pernah mengungguli para pengarang aslinya.

Tidak, menjadi epigon tidak salah apabila kita memperlakukan masa peniruan yang entah sekian tahun lamanya itu sekadar sebagai masa pendadaran, masa awal pembelajaran yang tentu saja waktunya pun tidak mungkin selamanya. Anggap saja fase menjadi epigon itu sekadar fase ketika kita mulai menaiki bahu-bahu raksasa agar kita dapat melihat dunia dengan sudut pandang yang lebih luas. Hingga akhirnya tibalah saatnya tumbuh sayap-sayap keberanian kita untuk melompat dan terbang lebih tinggi. Dan bebaslah kita, seperti bebasnya ekor cecak yang masih sanggup bergerak-gerak sendiri ketika terputus dari tubuh inangnya. Jika kita berani mandiri seperti—sebuah contoh yang sangat minimalis--ekor cecak maka kita adalah para epigon kreatif yang berhak punya sayap-sayap keberanian sebagaimana berhaknya bayi tumbuh gigi sebagai tanda berjalannya proses kedewasaan yang lumrah.

Sayap-sayap keberanian itu sendiri tak mungkin tumbuh tanpa--dalam formula untuk menjadi pengarang atau penulis yang baik menurut William Faulkner—99% disiplin dan 99% kerja. “Jangan sibuk berusaha menjadi lebih baik dari para pengarang yang lebih dahulu tapi cobalah menjadi lebih baik dari dirimu sendiri,” pesan sang sastrawan peraih Nobel Sastra dari Perancis ini.

Epilog

Sahabat, demikianlah ketujuh langkah awal free writing fiksi. Ini hanyalah rangkuman bebas dan bukan sebuah dogma yang wajib diimani. Karena tak ada salah dan benar dalam teori kreatif sastra. Namun tak ada salahnya belajar dari perasan ilmu pengetahuan, pengalaman dan penelitian orang lain bukan? Karena kita semua,tak kenal penulis yunior atau senior, sejatinya adalah pembelajar. Maka bebaskan diri untuk terus belajar dan nikmati proses jatuh bangun dalam kepenulisan dengan berbekalkan dua kata: Tetap Semangat!

Semoga bermanfaat.

Situs penulisan yang direkomendasikan

www.rumahdunia. net, situs resmi milik komunitas Rumah Dunia asuhan Gola Gong

www.penulislepas. com, situs kepenulisan milik komunitas Penulislepas. com

www.rayakultura. net, situs kepenulisan asuhan Naning Pranoto, seorang pengarang senior

Buku kepenulisan yang direkomendasikan

How To be A Smart Writer karya Afifah Afra

Menulis Itu Gampang karya Arswendo Atmowiloto

Yuk, Menulis Cerpen Yuk karya Muhammad Diponegoro

Teknik Mengarang karya Mochtar Lubis

Sastra dan Tekniknya karya Mochtar Lubis

Proses Kreatif karya Pamusuk Erneste

*) disampaikan dalam pelatihan Menulis Fiksi di FLP DKI Jakarta (2008)

BUKU TELEPON (nice story)

Cerita bagus yang aku dapat dari milis Cita Cinta.....

BUKU TELPON

Suatu ketika di ruang kelas sekolah menengah, terlihat suatu
percakapan yang
menarik.
Seorang guru, dengan buku di tangan,
tampak menanyakan sesuatu kepada
murid-muridnya di depan kelas.
Sementara itu, dari mulutnya keluar sebuah pertanyaan:

"Anak-anak, kita sudah hampir
memasuki saat-saat terakhir bersekolah di sini. Setelah 3 tahun, pencapaian
terbesar apa yang membuatmu bahagia?
Adakah hal-hal besar yang kalian
peroleh selama ini?"

Murid-murid tampak saling pandang. Terdengar suara
lagi dari guru, "Ya,ceritakanlah satu hal terbesar yang terjadi dalam
hidupmu...".
Lagi-lagi semua murid saling pandang, hingga kemudian tangan
guru itu menunjuk pada seorang murid.
"Nah, kamu yang berkacamata, adakah hal
besar yang kamu temui? Berbagilah dengan teman-temanmu. ..".

Sesaat,
terlontar sebuah cerita dari si murid, "Seminggu yang lalu, adalah masa yang
sangat besar buatku. Orangtuaku, baru saja membelikan sebuah
motor, persis
seperti yang aku impikan selama ini." Matanya berbinar, tangannya tampak seperti
sedang menunggang sesuatu. "Motor sport dengan
lampu yang berkilat, pasti
tak ada yang bisa mengalahkan kebahagiaan itu!"

Sang guru tersenyum.
Tangannya menunjuk beberapa murid lainnya. Maka,terdengarlah beragam cerita dari
murid-murid yang hadir.
Ada anak yang baru saja mendapatkan
sebuah mobil. Ada pula yang baru dapat melewatkan liburan di luar negeri.
Sementara, ada murid yang bercerita
tentang keberhasilannya mendaki gunung.

Semuanya bercerita tentang
hal-hal besar yang mereka temui dan mereka dapatkan. Hampir semua telah bicara,
hingga terdengar suara dari arah
belakang. "Pak Guru..Pak, aku belum
bercerita." Rupanya, ada seorang anak di pojok kanan yang luput dipanggil.
Matanya berbinar.
Mata yang sama seperti saat anak-anak
lainnya bercerita tentang kisah besar yang mereka punya.

"Maaf, silahkan,
ayo berbagi dengan kami semua," ujar Pak Guru kepada murid berambut lurus
itu.
"Apa hal terbesar yang kamu
dapatkan?" Pak Guru mengulang pertanyaannya kembali.

"Keberhasilan
terbesar buatku, dan juga buat keluargaku adalah..saat nama keluarga kami
tercantum dalam buku telpon yang baru terbit 3 hari yang
lalu."

Sesaat senyap. Tak sedetik, terdengar tawa-tawa kecil yang
memenuhi ruangan kelas itu. Ada yang tersenyum simpul, terkikik-kikik, bahkan
tertawa terbahak mendengar cerita itu.

Dari sudut kelas, ada yang
berkomentar, "Ha? aku sudah sejak lahir menemukan nama keluargaku di buku
telpon. Buku Telpon? Betapa
menyedihkan. ..hahaha. " Dari sudut lain, ada
pula yang menimpali, "Apa tak ada hal besar lain Yang kamu dapat selain hal yang
lumrah semacam itu?"

Lagi-lagi terdengar derai-derai tawa kecil yang
masih memenuhi ruangan. Pak Guru berusaha menengahi situasi ini, sambil
mengangkat tangan.
"Tenang sebentar anak-anak, kita
belum mendengar cerita selanjutnya. Silahkan teruskan, Nak..."

Anak
berambut lurus itu pun kembali angkat bicara. "Ya. Memang itulah kebahagiaan
terbesar yang pernah aku dapatkan. Dulu, Ayahku bukanlah orang
baik-baik.
Karenanya, kami sering berpindah-pindah rumah. Kami tak pernah menetap, karena
selalu merasa di kejar polisi."

Matanya tampak menerawang. Ada bias
pantulan cermin dari kedua bola mata anak itu, dan ia melanjutkan. "Tapi, kini
Ayah telah berubah. Dia telah
mau menjadi Ayah yang baik buat keluargaku.
Sayang, semua itu butuh waktu dan usaha. Tak pernah ada Bank dan Yayasan yang
mau memberikan pinjaman
modal buat bekerja."

"Hingga setahun lalu,
ada seseorang yang rela meminjamkan modal buat Ayahku. Dan kini, Ayah berhasil.
Bukan hanya itu, Ayah juga membeli sebuah
rumah kecil buat kami. Dan kami
tak perlu berpindah-pindah lagi."

"Tahukah kalian, apa artinya kalau nama
keluargamu ada di buku telpon? Itu artinya, aku tak perlu lagi merasa takut
setiap malam dibangunkan ayah
untuk terus berlari. Itu artinya, aku tak
perlu lagi kehilangan teman-teman yang aku sayangi. Itu juga berarti, aku tak
harus tidur di
dalam mobil setiap malam yang dingin. Dan itu artinya, aku,
dan juga keluargaku, adalah sama derajatnya dengan keluarga-keluarga
lainnya."

Matanya kembali menerawang. Ada bulir bening yang mengalir.
"Itu artinya, akan ada harapan-harapan baru yang aku dapatkan nanti...
" Kelas terdiam. Pak Guru tersenyum haru.
Murid-murid tertunduk.

Mereka baru saja menyaksikan sebuah fragmen
tentang kehidupan. Mereka juga baru saja mendapatkan hikmah tentang pencapaian
besar, dan kebahagiaan.
Mereka juga belajar satu hal : "Bersyukurlah dan
berbesar hatilah setiap kali mendengar keberhasilan orang lain. Sekecil apapun.
Sebesar apapun."