Kamis, 28 Oktober 2010

Catatan Yang Terserak

oleh Rani Tiyas Budiyanti

Rasa haru menyeruak menyesaki dada, ketika menatap lekat lelaki separuh baya di depanku..Tubuh yang semula tambun kini mulai mengurus dan mengeriput, kantung-kantung kelopak matanya pun semakin besar, menunjukkan kelelahan yang teramat sangat. Lelaki pendiam itu terus saja meneruskan kesibukannya, tak sadar bahwa aku mengamatinya dalam-dalam. Dengan sisa sedikit tenaga dan rasa kantuk yang terpaksa tertahan,Dia mempersembahkan pijatan cinta untuk istri tersayangnya.

Laki-laki itu telah yatim piatu sejak SMA, ibunya meninggal ketika melahirkan adiknya. Waktu itu dia masih berusia 3 tahun, sedangkan ayahnya meninggal ketika SMA. Mencangkul sawah, jualan, menjadi rutinitas pekerjaan yang dijalaninya. Namun kemiskinan bukanlah hambatan untuk tak bisa mengenyam pendidikan. Dengan beasiswa, akhirnya dia bisa menraih gelar sarjana. Air mata ini mulai tertahan di pelupuk, memaksa untuk menyembur keluar tanpa kecuali..Tapi aku masih bertahan.Terbayang kelelahan yang sangat, setelah membanting tulang seharian dan mengurusi pekerjaan rumah tangga, dia masih saja dengan setia meluangkan waktu untuk istrinya. Belum lagi jika harus menyetir ketika berpergian berjam-jam lamanya. DIa masih saja..Bertahan menunda waktu lapar dan lelahnya..dan lagi-lagi hanya untuk istrinya..

Aku teringat dialah orang yang paling protektif kepada ku, ketika teman laki-lakiku maen ke rumah. Dia adalah orang pertama yang menemui. Menanyakan darimana, ada keperluan apa, siapa, mirip seorang polisi yang menginterogasi tawanan habis-habisan. Ketika aku mulai beranjak dewasa, dan pergi ke Jogja untuk menimba ilmu. Dialah orang yang menyarankanku untuk berhijab, menutup aurat rapat-rapat, dengan 1 kata wanti-wanti..”Jangan mau diboncengkan oleh laki-laki yang bukan mukhrim mu sendiri” Dialah orang yang selalu menelfonku tiap minggu, menanyakan apakah aku pulang atau tidak ke kampung halaman. Melepas rajut-rajut kerinduan dan menggantikannya menjadi rasa kelegaan. Ada rasa bersalah dalam diriku ketika dengan terpaksa aku berkata “ tidak” karena banyak urusan perkuliahan atau karena akan maen dengan teman-teman..

Itulah ayahku..

Lelaki tegar yang selalu menyayangi keluarga. Setia dengan 1 istri walaupunn tak dapat memberikan banyak hal kepadanya. Dia mengajarkan aku akan arti mencintai dengan ketulusan, mencintai tanpa mengharap balasan, mencintai dengan sabar agar yang dicintai dapat menjadi yang lebih baik. Dialah ayahku, yang memberiku banyak inspirasi. Tak pernah ku dengar sepatah kata keluhanpun di bibirnya, Mengeluh kalau lelah, marah, bosan, ataupun sebagainya. Tetaplah bertahan ayah…Semoga surga di lapisan tertiunggi adalah balasan terhadap penderitaan dan kesabaranmu selama ini. Tetaplah bersemangat ayahku. Karena kamu adalah inspirasiku, semangat di saat aku mulai lunglai menghadapi pahit getirnya kehidupan. …..

Karena kau lah lelaki terhebat yang pernah aku temui selama aku hidup. 

Tidak ada komentar: